Tuesday, June 23, 2015

Menulis Skripsi Itu Seperti...Mendandani Pengantin

Menulis skripsi itu seperti mendandani pengantin. Disiplin ilmu yang menjadi landasan penulisan skripsi ibarat corak pakaian pengantin. Apakah corak tradisional? Kalau tradisional, dari daerah mana? Ataukah corak negara lain? Arab? Eropa...?

Corak skripsi harus disesuaikan dengan program studi yang ditempuh penulis. Jika program studi tafsir hadis, maka sudah tentu skripsi itu sudah semestinya kental dengan hal-hal terkait tafsir dan hadis. Jika terkait arsitek, harus kental dengan referensi-referensi induk/utama ilmu arsitek. Demikian juga jika terkait kedokteran, hukum, ekonomi, ataupun disiplin ilmu lainnya. Akan aneh jika ada skripsi untuk meraih sarjana di bidang disiplin ilmu tertentu, tapi minim referensi utama terkait bidang ilmu tersebut.

Kesesuaian dan kekentalan corak ini agar seseorang yang dinyatakan lulus sesuai bidangnya, benar-benar dapat mempertanggungjawabkan gelarnya tersebut. Tahu referensi-referensi induk/utama bidang ilmu tersebut, dan terbukti memang mampu dan terbiasa mengakses referensi-referensi tersebut. Mungkin tidak hafal, tapi tahu di mana letaknya. Tahu masalah ini ada di referensi yang mana.   

Seorang rekan yang sedang menyelesaikan skripsinya pernah bertanya, "Apakah ada batasan jumlah minimal hadis yang seharusnya dicantumkan dalam skripsi?"

"Sepanjang sepengetahuan saya belum pernah dengar ada jumlah minimal, tapi saya sendiri memuat 36 hadis dalam skripsi saya."

"Waduh. Saya cuma tiga. Itupun sepertinya akan saya kurangi. Cukup satu saja, ya?"

Kawan ini juga mengatakan pada temannya yang lain, "Sudahlah, kumpulkan saja skripsinya meski hadisnya tidak ditakhrij".

Pemikiran rekan ini seperti orang yang mengatakan akan mendandani pengantin dengan corak tradisional. Tapi pengantin itu mengenakan kemeja biasa, celana panjang, sepatu pantovel. Corak tradisionalnya hanya ada di hiasan kepala. Lalu, hanya dengan mengandalkan hiasan tradisional di kepala pengantin, ia mengatakan bahwa pengantin sudah didandani secara tradisional.

Hal mula yang mudah diperiksa seorang penguji skripsi adalah menelusuri daftar pustaka skripsi tersebut. Jika itu untuk kesarjanaan bidang al-Quran dan tafsir, misalnya, harusnya daftar pustaka didominasi referensi-referensi induk terkait ilmu al-Qur'an dan tafsir. Karena tafsir itu paling utama ditafsirkan dengan ayat al-Qur'an lalu kemudian hadis, maka tak pelak, di daftar pustaka itu juga harus ada kitab induk hadis dengan jumlah memadai. Karena al-Qur'an bahasa aslinya adalah bahasa Arab, maka juga harusnya tercermin di daftar pustaka, bahwa penulis punya pengetahuan bahasa Arab. Tidak masuk akal jika semua hanya kitab terjemahan saja. 
 
Keharmonisan corak atau warna skripsi sesuai dengan disiplin ilmu terkait ini memang wajib adanya. Ibarat kedua, seorang pengantin diklaim didandani sebagai pengantin jawa. Hiasan kepala, baju, juga bawahan, semua sudah sesuai. Namun alas kakinya pakai sneaker, misalnya, meski kelas mahal. Seseorang yang menulis skripsi bidang Al-Qur'an dan tafsir dan juga mempunyai latar belakang pendidikan dari disiplin ilmu lain, sangat mungkin bisa tanpa sadar menampilkan pengantin jawa bersepatu sneaker ini. Misalnya saja ia dulu pernah belajar ilmu sejarah. Bisa-bisa ia berlama-lama bicara tentang sejarah terlepas dari batasan yang sudah ditetapkan sendiri, misalnya penelitian itu dibatasi oleh persepsi ayat. 

Contohnya, ada yang pernah membahas, Perang Tabuk dalam skripsinya. Meski ini memang bagian dari sirah Islam, namun cara pembahasannya sangat kental pada sisi sejarahnya. Ayat yang diklaim sebagai "pisau bedah"-nya hanya sekedar cantolan di judul. Ada juga yang membahas tentang bahasa Arab dalam perspektif ayat tertentu. Tapi di skripsi itu dia mencantumkan sejarah bahasa Arab berhalaman-halaman dengan panjang melebihi panjang kajian urgensi bahasa arab itu sendiri disorot dari ayat yang ia klaim sebagai "pisau bedah"-nya.

Perlu diingat bahwa panjang skripsi yang dituntut hanya 40-50 halaman, tergantung pedoman yang digunakan. Sebenarnya panjang skripsi ini tidak berat. Tidak perlu sampai ngulik-ngulik ke hal-hal yang secara signifikan tak lagi punya relevansi dengan judul skripsi. Malah bisa jadi bumerang saat sidang skripsi, dan membuat proses revisi skripsi jadi lebih ribet. 

### BiMC, 24 Juni 2015

No comments:

Post a Comment