Saturday, September 26, 2020

RESENSI PENDEK: ISLAM MODERAT: MENEBAR ISLAM RAHMATAN LIL 'ALAMIN

 

Judul: Islam Moderat: Menebar Islam Rahmatan lil 'Alamin

Penulis: Prof. Dr. Achmad Satori Ismail, dkk. 

Data buku: Jakarta: Pustaka Ikadi, 2007. 

Dimensi: 15 x 24 cm

Tebal: 330 hlm. 


Buku ini adalah kumpulan tulisan lepas beberapa ulama Indonesia. Meski beda-beda topik kajian, semua mengusung aura yang sama: kemoderatan Islam, yang karena karakteristik ini, akan mendatangkan rahmat bagi semesta alam. Mirip antologi cerpen kalau di ranah karya fiksi. Cerpen digabung dalam satu buku, namun biasanya mengusung satu tema yang sama. Misalnya antologi kisah ibu, antologi kisah di perpustakaan, antologi ramadhan di negeri orang. 


Buku ini buku ilmiah ditilik dari beberapa sisi. Pertama, para penulisnya memang akademisi di bidang yang sesuai. Kedua, pola penulisannya yang bertanggung jawab. Setiap penuturan suatu data atau fakta, diikuti referensi. Metode yang digunakan kualitatif dengan pendekatan studi pustaka, teknik analisa umumnya deskriptif. Ketiga, penuturannya menggunakan gaya orang ketiga, sehingga bisa dikatakan terlepas dari gaya berceramah/menasehati pembaca. 

Karya ini bagus untuk dijadikan bahan ajar latihan cara mengutip tulisan seseorang yang dimuat dalam kumpulan tulisan (sederhananya: buku karya jamaah). Selain karena tidak banyak karya serupa di bidang ushuluddin yang bertaraf seilmiah ini, juga karena isinya memuat berbagai topik. Para penulis dapat menyesuaikan topik yang ia kaji dengan topik tertentu dari beberapa pilihan yang ditawarkan buku ini. 

Konten yang disajikan dibahas secara mendalam, otoritatif, dan enak dibaca. Ilmiah namun tidak terlalu berbelit-belit, mengalir tapi tidak sampai menjadi buku popular. Cukup komprehensif dengan landasan dalil yang kokoh disertai alur logika yang harmonis. Terekomendasikan bagi mereka yang merasa perlu menambah wawasan keislaman untuk memandang permasalahan kontemporer dewasa ini. 

Secara teknik, penyajian isi jadi agak mengganggu karena tak ada editor. Akibatnya, penyajian tulisan tidak seragam. Ada hadis yang ditulis matanny,a ada yang tidak. Ada yang referensinya berupa catatan kaki, ada juga yang berupa catatan akhir. Kitab-kitab hadis tidak dicantumkan secara detail data bukunya, seperti diterbitkan oleh siapa, tahun berapa, di kota mana. Beberapa hanya sekedar menyebut nomor hadis. Padahal, penomoran hadis bisa berbeda jika penerbit dan edisi berbeda. Kekurangan lainnya adalah masih adanya pencantuman teks yang berbeda-beda jenis hurufnya. Singkatnya, tak terlihat keseragaman dalam satu buku ini terkait teknik penulisan. 

Buku ini layak dihadirkan dalam perpustakaan pribadi para pemerhati permasalahan diniyyah kemasyarakatan kontemporer. 

Tuesday, September 22, 2020

BERITA AKTUAL UNTUK LATAR BELAKANG MASALAH (2)

Sebagian penulis skripsi kerap mengalami kesulitan menemukan berita aktual yang relevan dengan topik masalah yang dikaji. Relevan atau tidak, akan sangat tergantung pada arah penulisan skripsi itu. Juga, latar belakang apa sebabnya masalah yang mau dikaji itu menjadi penting. Tentu saja, ini juga berkaitan dengan kebiasaan penulis mengikuti berita. 

Contoh: ada yang mau menulis tentang tape. Berita aktual apa yang kira-kira relevan dengan tape? Tergantung mau menyorot tape ini dari sisi mana. Misalnya saja, menyorot kedudukan hukum tape dari segi zat dan proses kimianya, disandingkan dengan proses istinbath hukum fiqih. Kalau arahnya di sini, dapat dipahami bahwa di antara muatan nilai yang terkandung adalah: urgensi kajian mendalam atas hakikat sesuatu hal sebelum penentuan hukumnya. Bisa cari berita misalnya, ketergesa-gesaan mengambil kesimpulan hukum yang masih prematur berakibat hal buruk. Atau, jika persoalan tape itu berkaitan dengan khamr, bisa juga diangkat berita terkait dampak buruk konsumsi khamr. Lalu, apakah perlu diwaspadai juga dampak konsumsi tape? Seperti apa? Karena masih belum jelas, maka masalah ini perlu dikaji. Contoh berita terkait tape: 

https://republika.co.id/berita/qdgt8w423/tape-uli-khas-cisalak-diusulkan-jadi-makanan-khas-depok

Lalu bagaimana menggiring berita tersebut agar memiliki benang merah dengan topik kajian? Misalnya saja, tape memang digemari masyarakat Indonesia... seperti disebutkan... [berita], lalu bisa masuk tentang sebagian orang masih mempertanyakan kehalalan tape, namun ternyata tape ini sudah dijadikan bagian inovasi makanan di Jepang: 

https://republika.co.id/berita/ph1p3m349/jal-luncurkan-makanan-jepang-halal-berbahan-tape


Jadi, intinya, bagaimana menggiring fenomena yang termuat dalam berita aktual kekinian untuk menjadi LATAR BELAKANG pentingnya masalah terkait untuk dikaji. 

Bagaimana jika memang sangat sulit menemukan berita aktual? Beberapa yang dapat dijadikan alternatif pengganti: 

1. Data kuantitatif, dokumen suatu lembaga resmi. Misalnya: tingkat perceraian di Indonesia yang dari tahun ke tahun cenderung naik, diambil dari Badan Pusat Statistik. Meski di sini seperti tidak ada WHO-nya karena tidak ada nama, sebenarnya WHO-nya itu juga ada, yaitu pasangan suami-istri di Indonesia. Namun tetap, lebih baik gunakan data terbaru. Misalnya ada data tahun 2016 dan 2018, tentu lebih utama mengambil data 2018. 

2. "Data" sejarah atau shirah tokoh yang memang sarat ibrah. Meski waktunya sudah berlalu cukup lama, tapi tetap relevan untuk digandengkan karena hal yang terjadi memang hal yang lazim terjadi juga di zaman sekarang. Contoh: haditsul ifk. Bagaimana rumah tangga Rasulullah صلى الله عليه وسلم berhasil melewati prahara yang juga lazim terjadi di rumah tangga manapun di zaman manapun. 

BISA DIANGKAT, kah? BERHUBUNGAN, kah? Lagi-lagi, ini tergantung persepsi penulis masing-masing. Benang merah seperti apa yang ia lihat pada berita tersebut dengan topik masalah yang ia sedang kaji? 

Contoh lain: membahas tentang kedisiplinan siswa. Akan sulit mencari berita-berita yang memang mengangkat betul-betul tema kedisiplinan anak sekolah (=siswa). Bisa diangkat misalnya berita tentang kecelakaan lalu lintas dan pengemudinya adalah orang yang masih di bawah umur. Jika ia bisa bawa mobil, apalagi mobil pribadi/keluarga, tentu lazimnya dia juga seorang siswa (biasanya bisa ditelusuri juga yang bersangkutan bersekolah di mana). Atau bisa mengangkat tawuran anak sekolah. Atau data statistik pelaku kriminal di bawah umur. 


Contoh lain: hubungan jiwa dan paradigma berpikir. Tentu sangat sulit menemukan berita faktual yang benar-benar menyebutkan jiwa mengarahkan cara berpikir. Tapi bisa diangkat misalnya berita LGBT dilarang keras di Rusia tapi dilegalkan di US, itu sudah menunjukkan paradigma berpikir yang berbeda. Atau fenomena lockdown. Di US sendiri ada state yang menerapkan LD tapi jaksa agung US sendiri menentang konsep LD, bahkan menyamakan LD dengan perbudakan. Ini juga sudah menunjukkan paradigma berpikir yang berbeda-beda. Atau, mengapa LD di Cina bisa diterapkan, dan rakyatnya manut, kenapa tidak untuk di negara seperti Brazil, yang bahkan presidennya menolak pakai masker? 

Friday, September 18, 2020

BERITA AKTUAL UNTUK LATAR BELAKANG MASALAH

Salah satu fungsi penulisan skripsi adalah sebagai proses pembuktikan atas kesiapan atau kemampuan calon sarjana atas disiplin ilmu yang ia dalami, dan siap untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Urgensitas kesiapan sarjana dalam ranah praktis ini bersesuaian dengan prinsip tri dharma perguruan tinggi, yaitu:  (1) Pendidikan dan pengajaran, (2) Penelitian dan pengembangan (3) Pengabdian kepada masyarakat. 

Tri dharma perguruan tinggi di atas akan sulit tercapai secara efektif dan optimal jika wawasan para sarjana terhadap masalah-masalah kontemporer sangat kurang. Para sarjana yang minim wawasan perkembangan lingkungan sekitar khususnya, dunia umumnya, akan sulit memahami kebutuhan masyarakat. Mereka pun akan sulit juga untuk turut memikirkan rumusan solusi.  

Pencantuman berita faktual terkini di latar belakang masalah merupakan salah satu barometer untuk memantau wawasan calon sarjana. Apakah mereka melihat masalah kekenian yang benar ada dalam masyarakat, atau sekedar penilaian subyektif personal mereka? Apakah mereka memang sudah terbiasa untuk proaktif mengikuti perkembangan dunia, dan karenanya bisa diharapkan memiliki kepedulian untuk memikirkan rumusan solusi?

Berita faktual terkini yang seyogyanya muncul sebagai bukti nyata bahwa masalah yang dikaji memang benar ada, hendaknya memenuhi beberapa karakteristik. Pertama, terkait istilah terkini. Seyogyanya berita tersebut masih hangat dan masih eksis hingga di masa penulisan dilakukan, mungkin sekitar 2-3 tahun paling lama. Faktual sendiri dapat diartikan memenuhi unsur 5W + 1H = What, When, Who, Where, Why, dan How.  Unsur ini dapat diuraikan lebih detail sebagai berikut: 

What = peristiwa apa 
When = kapan waktu peristiwa
Who = siapa pelaku dan siapa korban. 
Where = lokasi peristiwa
Why = apa sebab peristiwa terjadi
How = kronologis perisitiwa. 

Bagaimana jika peristiwa itu adalah peristiwa atau pengalaman pribadi penulis, sahkah dimuat sebagai penguat latar belakang? Boleh, asalkan penulis sebagai subyek yang mengalami peristiwa tersebut sudah membukukannya, diterbitkan dan tidak ada polemik yang muncul atas karya tersebut. Jika belum, berarti tidak bisa. Karena pengalaman pribadi tidak terverifikasi, juga tidak bisa dicantumkan referensinya sesuai aturan ilmiah. Hal ini juga untuk menjaga aspek keilmiahan karya. Jika semua orang diizinkan untuk mengangkat pengalaman pribadinya tanpa ada bukti verifikasi seperti buku yang sudah ia tulis dan diterbitkan, misalnya, semua orang berpeluang untuk mengaranga mengada-ada. Apa yang dirasakan atau dialami seseorang belum tentu sama efeknya jika dialami orang lain. Orang bisa melihat tongkat yang sebagian masuk air sebagai tongkat patah, tapi oleh orang yang berilmu akan melihatnya tidak patah. 

Hal lain yang perlu diperhatikan terkait berita aktual ini adalah, agar berita yang dimuat tidak semuanya yang negatif saja. Sebaliknya, juga tidak yang positif semua. Pertengahan akan lebih baik: sebagian positif dan sebagian negatif. Karena hakikat kehidupan seperti itu. Selalu ada hal positif dan selalu juga ada hal negatif. Pemaparan dua jenis berita seperti ini sekaligus menunjukkan usaha penulis untuk melihat masalah secara proporsional, dan lebih adil. Berita positif didahulukan dari berita negatif. Sebagai wujud optimisme penulis. ###

Thursday, September 17, 2020

TANPA GELAR

Pedoman penulisan karya ilmiah umumnya menetapkan untuk menghilangkan gelar pada setiap orang yang pendapatnya dikutip. Gelar seperti doktor, professor, harus dihilangkan. Bagi pembelajar bidang religius yang mengedapankan adab, mungkin ini bukan hal yang mudah dibiasakan. 

Aturan tersebut bertolak belakang dengan refleks perasaan ingin menghormati orang-orang berilmu sebagaimana mestinya. Perasaan yang sudah ditempat di bi'ah religius selama bertahun-tahun. Umumnya pembelajar tidak bisa nyaman menyebut nama guru-guru mereka hanya dengan menyebut nama. Apalagi orang-orang terkenal yang berdedikasi tinggi dalam bidang keilmuannya. Namun, karena aturannya sudah begitu, perasaan mesti dikalahkan. Karya ilmiah bukanlah karya perasaan.

Aksi yang tak sukses berselaras dengan pemahaman di awal ini juga tercermin pada kisah Nabi Musa عليه السلام saat menemani seorang alim. Ia menyanggupi syarat yang diberikan Sang Alim jika ingin menemani Sang Alim dalam safar: sabar.  Bagi seorang Nabi, tentu sudah cukup paham makna dan hakikat sabar itu. Lebih lanjut, Sang Alim mendeskripsikan detail wujud sabar yang ia syaratkan: tidak bertanya. Sabar untuk tidak bertanya. Bagi Sang Nabi, tidak ada masalah dengan syarat tersebut. Itu hal yang mudah. Ia paham sepaham-pahamnya secara kognitif. Sang Alim sudah membaca bahwa meski Sang Nabi sudah menyatakan "paham", hakikatnya ia belum paham. Sang Alim mengingatkan sesuatu yang sangat penting: 

وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَىٰ مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا

Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu? (Q.S. Al-Kahfi: 68). 


Sang Nabi عليه السلام akhirnya tak berhasil memenuhi syarat tersebut. 

Karenanya, sebelum cepat-cepat mengatakan iya dan paham instruksi, perlu untuk memahami hakikat sebuah instruksi. Caranya bisa dengan mengaktifkan pikiran. Merenung. Atau bahkan bertanya lebih lanjut. 

Hikmah penghilangan gelar dalam karya ilmiah agar dapat sabar menaati aturan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pertama, agar sesuatu itu dinilai karena esensinya. Bukan karena ‘gelar’ orang yang mengatakannya atau menuliskannya.

Kedua, dapat menghindari lahirnya arogansi akademik. Bahwa yang bisa dan berhak ngomong hanya mereka yang punya titel akademisi yang hebat.

Ketiga, agar dipahami bahwa titel akademik bukan jaminan kebenaran dan ketepatan sesuatu. Pendapat/pikiran seorang professor sekalipun tetap harus diperiksa dan ditimbang dengan timbangan yang tepat dan sesuai secara ilmiah.

Keempatpenghilangan gelar dalam penulisan karya ilmiah itu akan menghilangkan bias dalam menilai sesuatu. Seorang tukang cukur yang hanya lulusan SMP misalnya, berpeluang atau tepatnya berkompeten untuk mengutarakan suatu pendapat atau pemikiran terkait psikologi orang yang dicukur: bagaimana memegang kepalanya dan bagaimana mengarahkan gunting sehingga kostumer tersebut merasa lebih nyaman. Tukang cukur ini mungkin lebih pantas berpendapat terkait kejiwaan orang yang dicukur daripada seorang psikolog dengan gelar akademik yang formal tapi tidak berpengalaman dalam hal mencukur rambut orang lain.

Kelima, penghilangan gelar pada saat pendapat seseorang perlu ditelisik tepat/sesuainya, adalah lebih Islami. Seorang perempuan dari golongan biasa-biasa saja dapat memprotes seorang Khalifah Umar رضي الله عنه terkait mahar. Tak ada yang mempertanyakan kelas sosial ataupun kelas intelektual wanita tersebut, "Siapa kamu, berani-beraninya protes ke sahabat senior bahkan berposisi sebagai khalifah? Yang tiga kali al-Quran turun bersesuaian dengan pendapatnya yang ia ajukan lebih dulu sebelum ayat turun?"

Sidang sahabat yang mulia sekaligus ilmiah saat itu menimbang pendapat perempuan itu dengan barometer paling mutakhir:  Alquran dan Sunnah. Umar رضي الله عنه pun tak mengusung arogansi kesenioran pun keilmuan. Beliau tunduk tawadhu pada rujukan paling ilmiah dan diakui kebenarannya. 

### Cipayung, 14/05/15

Monday, July 6, 2015

Link: Takhrij Hadis

Slide penjelasan tentang takhrij hadis dapat dilihat (via komputer ataupun mobile) di:

http://www.slideshare.net/nesiari/takhrijhadis

Slide penjelasan cara takhrij hadis dengan menggunakan maktabah syamilah dapat dilihat di:

http://www.slideshare.net/nesiari/takhrij-maktabahsyamilah-50232359

Friday, July 3, 2015

Amankan File-Akhir setelah Daftar Sidang

Ini benar terjadi. Salah seorang mahasiswa, sudah dinyatakan lulus setelah mengikuti sidang skripsi. Namun, ia tak dapat melakukan revisi. Pasalnya, file skripsinya hilang.

Bagi sebagian orang, hilangnya file skripsi adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Komputer rusak? Tak pernah mem-back-up di USB atau tempat lain?

Tidak berusaha mengantisipasi kemungkinan komputer mendadak tidak bisa digunakan, entah itu kena virus atau bahkan hilang dicuri orang, adalah keteledoran yang berakibat seseorang yang sudah seharusnya bisa lulus secara resmi, tersurat maupun tersirat, batal. 

Karena ijazah tak dapat diberikan jika yang bersangkutan tidak menyerahkan skripsi akhir yang telah direvisi sesuai masukan dari penguji, dan juga revisi tersebut telah mendapat persetujuan dari penguji dan pembimbing. 

Oleh karena itu, bagi kawan-kawan yang sudah selesai mendaftarkan diri untuk ikut sidang, yang itu berarti naskah skripsinya benar-benar sudah bentuk terakhir, termasuk pernak-pernik halaman pendahuluan sebelum bab 1, sudah tuntas. 

Amankan file-akhir ini; agar kisah sedih dan lumayan menggemaskan di atas tidak terulang. 

Cara termudah adalah kirimkan file-file tersebut ke email seseorang. Rename (ganti namanya) dulu dengan save-as, dengan nama yang lebih sesuai, misalnya: skripsiFulanah_finalOK_3Juli15.doc.
halamanpengantarFulanah_finalOK_3Juli14.doc.

Selain itu, buat juga versi .pdf-nya, untuk mengantisipasi tampilan berubah jika dibuka di komputer lain.

Setelah itu kirimkan dalam bentuk attachment, bisa ke ke email suami, teman, atau bahkan email sendiri. 
Semoga dimudahkan sampai ijazah benar-benar diterima di tangan. 

### 3 Juli 2015 

1 bulan 9 hari menuju sidang. 

Friday, June 26, 2015

Catatan Kaki Mulai Satu pada Tiap Bab

Seorang kawan bertanya tentang cara mengubah nomor catatan kaki, menjadi mulai 1 lagi pada tiap bab. Yakni, hitungannya tidak bersambungan dari bab sebelumnya.

Misalnya, pada bab ke-1, nomor catatan kaki terakhir adalah 24. Bagaimana supaya pada catatan kaki pertama di bab ke-2, bukan 25, tapi 1. Demikian juga pada bab ke-3 dan ke-4; intinya, pada masing-masing bab, angka catatan kaki te-"reset" ke 1.

Bisa dicoba dengan langkah-langkah sebagai berikut, yang terbagi dalam dua tahapan besar:
A. Membuat New Section pada Setiap Bab (dan Daftar Pustaka).
B. Mengubah Sistem Penomoran Referensi. 

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

A. MEMBUAT NEW SECTION PADA SETIAP BAB (dan DAFTAR PUSTAKA)

1. Buka halaman terakhir pada bab 1, misalnya halaman 13.

2. Tempatkan kursor di baris terakhir (paling dekat dengan nomor halaman di bagian bawah).

3. Pilih menu "Page Layout"

4. Pilih menu "Breaks"

5. Pilih menu di bagian "Section Breaks", -->
"Next Page [insert a section break and start the new section on the next page"

6. Setelah melakukan ini, kemungkinan judul BAB II yang ada di halaman berikutnya, turun, bisa satu baris, bisa lompat hingga satu halaman (ada satu halaman kosong).

Cara untuk menaikkannya adalah, letakkan kembali kursor di baris terakhir halaman terakhir bab sebelumnya (dalam contoh ini, BAB I), lalu tekan tombol "Del" berkali-kali, sesuai keperluan, yakni sampai judul "BAB II" kembali berada di baris teratas pada halaman setelah halaman terakhir BAB I.

7. Lakukan semua langkah no 1-6 di semua perpindahan bab, dari
BAB II ke BAB III;
BAB III ke BAB IV;
BAB IV ke BAB V;
BAB V ke DAFTAR PUSTAKA

Pembuatan new-section ini perlu dilakukan di semua bagian di atas, agar "kepala" atau "judul" Bab seperti "terpaku" untuk berada di baris pertama pada halaman terkait.

Meski pada halaman sebelumnya dilakukan editing, penambahan atau pengurangan baris, setelah dibuatkan new-section ini, judul bab berikutnya tetap berada di atas, tidak akan ikut naik atau turun.

B. MENGUBAH SISTEM PENOMORAN REFERENSI

Kembali ke posisi perpindahan akhir BAB I dan BAB II; letakkan kursor di halaman pertama dari BAB II.

Buat referensi di bagian awal, misalnya, bunyi paragraf awal:

Dalam bahasa Indonesia, rugi maknanya : terjual kurang dari harga beli atau modalnya, tidak mendapat laba: -- sedikit dijualnya juga karena ia memerlukan uang tunai; kurang dari modal (karena  menjual lebih rendah dari pada  harga  pokok) [1]


[1]  Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat  (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama , 2014) h. 1186

Pada dasarnya di paragraf tersebut sudah ada referensi. 
Buat referensi baru di akhir kata sebelumnya, misalnya setelah kata Indonesia atau terjual, atau di akhir kata mana saja, yang penting sebelum referensi pertama itu. 

Dalam proses memberikan referensi: 

1. Klik menu "References"
2. Perhatikan menu "Insert Footnote", yang dalam kotak itu bagian akhirnya ada tulisan "Footnotes" dan di samping pojok kanan bawahnya ada tanda panah miring ke kanan bawah. Klik tanda panah ini. 
3. Akan terbukan kotak dialog yang ada judul di atasnya, "Footnote and Endnote?"
4. Di kotak dialog ini, kita ubah sistem penomoran referensi di bagian: 
a. Numbering: ubah dari yang biasanya "continuous" menjadi "Restart Each Section" (pilihan kedua). 
b. Apply Changes to: ubah dari yang biasanya "this section", menjadi "Whole Document"
c. Setelah melakukan langkah a dan b, klik "insert". 

Maka, dengan demikian, sistem penomoran di seluruh bab sudah ter-set demikian, setiap ada new-section, maka otomatis nomor referensi juga akan dimulai lagi dari 1.